Merasa
penasaran dengan percobaan nasi yang dilakukan oleh Pak Agung Webe, sayapun
mencoba mempraktekannya di rumah. Percobaan terhadap nasi dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh sugesti dan kekuatan kata-kata terhadap pola dan prilaku
manusia. Kita tahu bahwa nasi adalah makan kita sehari-hari. Sebenarnya ada
orang yang lebih dahulu melakukan percobaan semacam ini, yaitu Masaru Emoto.
Hanya saja Masaru Emoto melakukannya terhadap air.
Merasa
tertantang dan apakah benar nasi dapat merespon sugesti dan kata-kata yang
diberikan kepadanya? Segera sayapun melakukan percobaan seperti berikut:
Saya
menyiapkan dua buah tempat atau wadah yang bentuk, ukuran dan warnanya
sama. Saat itu saya menggunakan dua buah gelas.Untuk
membedakan kedua gelas itu saya tutup bagian pinggirannya dengan kertas.
Kertas tersebut sebelumnya sudah saya berikan tulisan. Gelas A bertuliskan
kata-kata yang baik dan indah seperi kata-kata : cinta, sayang, indah,
suka, semangat dsb. Sedangkan Gelas B saya tuliskan kata-kata sebaliknya,
yaitu kata-kata yang tidak baik dan jelek seperti : Benci, sebel, jelek,
tidak suka, mati, busuk, dsb.
Nasi pada Gelas A |
Nasi pada Gelas B |
Kedua
gelas tersebut saya tutup rapat dengan plastik, kemudian diikat dengan karet
dan sayapun menutupnya lagi dengan lakban hitam.
Kedua
gelas itu saya tarus di tempat yang agak berjauhan. Kepada anak dan istri saya,
saya memberikan tugas untuk membaca tulisan-tulisan yang tertera pada kedua
gelas tadi. Begitupun dengan saya, setiap ada kesempatan melewati kedua gelas
tersebut, maka kami membacanya. Ada perbedaan yang mendasar ketika kami
membacanya. Ketika kami membaca tulisan pada Gelas A, suara dan nada kami ketika
membaca penuh kelembutan, dengan perasaan sayang. Tetapi ketika membaca tulisan
pada Gelas B ada perbedaan yang mencolok,
ekpresi kami meningkat. Tekanan suarapun meninggi, emosi kami terbawa
seperti yang tertulis pada gelas tersebut. Baru beberapa hari kami membaca kata-kata
pada kedua gelas tersebut, Rahman anak kami yang pertama protes : “ Ayah sudah
ah, jangan dibaca lagi! Kasihan gelas B. Rahman juga jadi kebawa marah!”
Akhirnya
kami memutuskan untuk tidak membacanya lagi dan membiarka gelas-gelas tersebut.
Total waktu mulai dari menaruh nasi ke dalam gelas sampai saya membukanya lagi
adalah satu minggu.
Anda
tahu apa yang terjadi setelah satu minggu?
Hasilnya :
Nasi
pada Gelas A ada peberubahan baik warna maupun bentuknya, tetapi ia mengeluarkan wangi
harum seperti Tape Ketan.
Sedangkan
nasi pada Gelas B sungguh mengejutkan. Bukan saja bentuk nasinya yang sudah
berubah, tetapi juga mengeluarkan bau busuk, bau tidak sedap. Pada Gelas B ada
bagian yang berwarna hitam dan keras. Di sana juga ada jamur yang berwarna
hijau. Sebagian nasi menjadi lembek, berair dan berbau.
Kondisi Nasi pada Gelas A |
Kondisi Nasi pada Gelas B |
Mari
kita renungkan, apa yang akan terjadi pada anak-anak kita, pada murid-murid
kita jika setiap hari anak tersebut mendapat kata-kata yang negatif,
merendahkan, menjatuhkan, memberikan cap sebagai anak yang nakal atau bandel, tidak
mengakui usaha dan kerja kerasnya? Maka jangan salahkan anak kalau ia tumbuh
menjadi anak yang nakal. Jangan salahkan mereka jia mereka menjadi bandel. karena
disadari atau tidak ternyata kitalah sebagai orangtuanya, kitalah sebagai
gurunya yang menjadikan mereka nakal dan bandel.
Anda
tidak percaya dengan percobaan nasi ini? Silahkan boleh dicoba sendiri di
rumah. dan lihat hasilnya. Yang terpenting adalah hikmah yang dapat kita ambil.
Kita harus segera merubah pola-pola pendidikan kita kepada anak-anak. Pola
yang lebih positif dan ramah anak. Kita harus lebih memahami ketimbang
memarahi. Lebih banyak mendengar daripada banyak bicara, lebih banyak
memberikan contoh dan teladan nyata dari pada banyak menasihati. Mengajak,
bukan menyuruh. Mengedepankan komunikasi, bukan dengan emosi.
Semoga
bermanfaat. Wallahu’alam bishawab.