Anak-anak itu mirip semen basah, apapun yang jatuh di atasnya akan meninggalkan bekas, yang kalau tidak segera dihaluskan kembali, bekas tersebut akan mengeras selamanya. (Haim Ginott)

Senin, 12 Agustus 2013

PERCOBAAN NASI


Merasa penasaran dengan percobaan nasi yang dilakukan oleh Pak Agung Webe, sayapun mencoba mempraktekannya di rumah. Percobaan terhadap nasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sugesti dan kekuatan kata-kata terhadap pola dan prilaku manusia. Kita tahu bahwa nasi adalah makan kita sehari-hari. Sebenarnya ada orang yang lebih dahulu melakukan percobaan semacam ini, yaitu Masaru Emoto. Hanya saja Masaru Emoto melakukannya terhadap air. 

Merasa tertantang dan apakah benar nasi dapat merespon sugesti dan kata-kata yang diberikan kepadanya? Segera sayapun melakukan percobaan seperti berikut:

Saya menyiapkan dua buah tempat atau wadah yang bentuk, ukuran dan warnanya sama. Saat itu saya menggunakan dua buah gelas.Untuk membedakan kedua gelas itu saya tutup bagian pinggirannya dengan kertas. Kertas tersebut sebelumnya sudah saya berikan tulisan. Gelas A bertuliskan kata-kata yang baik dan indah seperi kata-kata : cinta, sayang, indah, suka, semangat dsb. Sedangkan Gelas B saya tuliskan kata-kata sebaliknya, yaitu kata-kata yang tidak baik dan jelek seperti : Benci, sebel, jelek, tidak suka, mati, busuk, dsb. 



Ke dalam kedua gelas tersebut saya masukkan masing-masing empat sendok nasi putih.
Nasi pada Gelas A
Nasi pada Gelas B

Kedua gelas tersebut saya tutup rapat dengan plastik, kemudian diikat dengan karet dan sayapun menutupnya lagi dengan lakban hitam.  






Kedua gelas itu saya tarus di tempat yang agak berjauhan. Kepada anak dan istri saya, saya memberikan tugas untuk membaca tulisan-tulisan yang tertera pada kedua gelas tadi. Begitupun dengan saya, setiap ada kesempatan melewati kedua gelas tersebut, maka kami membacanya. Ada perbedaan yang mendasar ketika kami membacanya. Ketika kami membaca tulisan pada Gelas A, suara dan nada kami ketika membaca penuh kelembutan, dengan perasaan sayang. Tetapi ketika membaca tulisan pada Gelas B ada perbedaan yang mencolok,  ekpresi kami meningkat. Tekanan suarapun meninggi, emosi kami terbawa seperti yang tertulis pada gelas tersebut. Baru beberapa hari kami membaca kata-kata pada kedua gelas tersebut, Rahman anak kami yang pertama protes : “ Ayah sudah ah, jangan dibaca lagi! Kasihan gelas B. Rahman juga jadi kebawa marah!”
Akhirnya kami memutuskan untuk tidak membacanya lagi dan membiarka gelas-gelas tersebut. Total waktu mulai dari menaruh nasi ke dalam gelas sampai saya membukanya lagi adalah satu minggu.
Anda tahu apa yang terjadi setelah satu minggu? 
Hasilnya :
Nasi pada Gelas A ada peberubahan baik  warna maupun bentuknya, tetapi ia mengeluarkan wangi harum seperti Tape Ketan.
Sedangkan nasi pada Gelas B sungguh mengejutkan. Bukan saja bentuk nasinya yang sudah berubah, tetapi juga mengeluarkan bau busuk, bau tidak sedap. Pada Gelas B ada bagian yang berwarna hitam dan keras. Di sana juga ada jamur yang berwarna hijau. Sebagian nasi menjadi lembek, berair dan berbau. 



Kondisi Nasi pada Gelas A


Kondisi Nasi pada Gelas B

Mari kita renungkan, apa yang akan terjadi pada anak-anak kita, pada murid-murid kita jika setiap hari anak tersebut mendapat kata-kata yang negatif, merendahkan, menjatuhkan, memberikan cap sebagai anak yang nakal atau bandel, tidak mengakui usaha dan kerja kerasnya? Maka jangan salahkan anak kalau ia tumbuh menjadi anak yang nakal. Jangan salahkan mereka jia mereka menjadi bandel. karena disadari atau tidak ternyata kitalah sebagai orangtuanya, kitalah sebagai gurunya yang menjadikan mereka nakal dan bandel.
Anda tidak percaya dengan percobaan nasi ini? Silahkan boleh dicoba sendiri di rumah. dan lihat hasilnya. Yang terpenting adalah hikmah yang dapat kita ambil. Kita harus segera merubah pola-pola pendidikan kita kepada anak-anak. Pola yang lebih positif dan ramah anak. Kita harus lebih memahami ketimbang memarahi. Lebih banyak mendengar daripada banyak bicara, lebih banyak memberikan contoh dan teladan nyata dari pada banyak menasihati. Mengajak, bukan menyuruh. Mengedepankan komunikasi, bukan dengan emosi.
Semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishawab.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika cara mengajar dan apa yang kita ajarkan kepada murid-murid kita hari ini sama saja dengan yang kemarin, maka kita merampas masa depan anak didik kita tersebut. ~ John Dewey ~